Book review: The leadership secret of Soekarno

      Buku kepemimpinan Soekarno yang satu ini bisa dibilang buku yang unik. Buku ini ditulis oleh seorang pemuda dengan pendekatan spiritual metafisik, yaitu metode wawancara secara spiritual dengan alm. Presiden Soekarno yang berbeda alam.

The leadership secret of Soekarno mengawali beberapa seri “the leadership secret of'” yang akan menulis rahasia-rahasia kepemimpinan dari para pendiri bangsa dengan gaya yang unik yaitu wawancara dari alam yang berbeda.

Dalam buku the leadership secret of Soekarno ini menggambarkan perjalanan Soekarno menjadi seorang pemimpin besar di Indonesia. Ternyata proses yang dilalui Soekarno tidak berbeda dengan pemimpin-pemimpin lainnya, dimulai dari berguru kepada orang-orang yang dikaguminya, mengadaptasi kepemimpinan tokoh-tokoh tersebut, serta mengimplementasikan dengan caranya sendiri.

Soekarno mengagumi banyak pemimpin-pemimpin besar, termasuk dari zaman Gajah Mada. Beliau mengadaptasi semua dan menerapkan mana yang terbaik menurutnya. Namu diluar semua itu satu hal yang penting dalam kepemimpinan menurut Soekarno yaitu pemimpin harus punya rasa “Psikologi Kebangsaan”. Dengan “Psikologi Kebangsaan” pemimpin yang baik akan dapat merasakan apa yang dirasakan rakyatnya dan mendapat legitimasi penuh dari rakyat.

Buku yang ditulis dengan bahasa yang ringan ini, sebetulnya tidak jauh berbeda dengan buku-buku tentang kepemimpinan Soekarno lainnya. Yang membedakannya yaitu metode wawancaranya yang melalui penekatan spiritual metafisik dari alam yang berbeda dengan narasumbernya. Oleh karena itu buku ini layak untuk menambah koleksi buku-buku Soekarno anda.

Book review: 99 Cahaya di langit Eropa

Aku mengucek-ngucek mata. Lukisan Bunda Maria dan Bayi Yesus itu terlihat biasa saja. Jika sedikit lagi hidungku menyentuh permukaan lukisan, alarm di Museum Louvre akan berdering-dering. Aku menyerah aku tidak bisa menemukan apa yang aneh pada lukisan itu.
“Percaya atau tidak, pinggiran kerudung Bunda Maria itu bertahtakan kalimat tauhid Laa Illaaha Ilallah, Hanum, ” ungkap Marion akhirnya.

                                                                                                                      

Novel ini merupakan catatan perjalanan sang penulis Hanum Salsabiela Raie ketika tinggal di Wina selama 3 tahun mengikuti suaminya Rangga Almahendra meneruskan studi.      Selama itu Hanum berpetualang keliling Eropa dari mulai Wina, Andalusia, Paris hingga Istanbul untuk mencari ta.hu jejak-jejak kejayaan Islam di tanah Eropa berabad-abad yang lalu.  Ternyata jejak-jejak kejayaan tersebut masih tersisa bahkan dalam simbol-simbol agama lain, misalnya kaligrafi bergaya Kufic pada lukisan-lukisan di Gereja, lengkungan berbentuk ogive berjumlah ganjil pada gereja dan pada jubah Raja Sisilia, serta pinggiran hijab Bunda Maria yang bertulisakan Laa Illaha Illalah.

Buku yang ditulis dengan bahasa novel yang ringan ini membuat kita dengan mudah memahami sejarah kejayaan Islam di tanah Eropa tanpa terkesan digurui. Melalui bukul ini kita menelusuri sejarah Islam di Eropa terutama dari masa Dinasti Umayyah dan Ustmaniyyah. Kita akan melihat jatuh bangunnya peradaban Islam yang pernah menyinari daratan Eropa. Disamping itu kita juga dapat menyimak perjalanan Fatima imigran dari Turki yang menjadi sahabat Hanum untuk mencari kehidupan yang lebih sebaik sekaligus menyebarkan cahaya Islam dan menghapus stereotipe negatif tentang Islam  yang sudah mengakar kuat di Eropa.

Kepemimpinan Nasional yang jalan di tempat

Oleh : Randhika Virgayana, SH
pemerhati masalah sosial, peneliti di Golden Institute Jakarta

Menurut wikipedia kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Pemimpin yang baik menurut pandangan penulis adalah pemimpin yang tegas, mampu memberi contoh yang baik kepada pengikutnya dan berani bertanggung jawab atas resiko yang diambil dalam setiap keputusannya.
Bulan-bulan belakangan ini kita melihat betapa pemimpin kita terlihat ragu-ragu dalam bertindak dan mengambil keputusan, tidak cepat tanggap atas masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat. Terkadang malah kita melihat pemimpin kita cenderung melimpahkan tanggung jawabnya kepada orang-orang di sekitarnya. Memang tidak ada yang salah dengan itu namun meurut pandangan penulis pada zaman seperti ini dimana arus informasi cepat sekali berkembang dan kita harus bersaig dengan negara-negara lain maka dalam memimpin Indonesia kita harus berani membuat terobosan-terobosan yang cepat, dan tepat.
Apa yang kita lihat dalam era kepemimpinan SBY-Boediono ini adalah antitesa dari hal tersebut. Pemerintah cenderung bermain aman dan tidak berani mengambil resiko. Dengan gaya kepemimpinan seperti ini dapat dipastikan tidak akan ada terobosan-terobosan yang inovatif dalam menyelesaikan masalah. Seperti yang bisa kita lihat bersama, negara kita sekarang ini cenderung jalan di tempat. Pada awal tahun ini negara kita resmi bergabung dalam ACFTA bersama negara-negara Asia dan China, tetapi pemerintah kita terkesan tidak siap menghadapi ini. Regulasi untuk mendukung kebijakan ini pun terkesan tidak siap. Persoalan lain yang bisa kita lihat belakangan ini adalah ketidaktegasan Presiden dalam masalah pergantian komisioner Komisi Yudisial.Hingga kini masih dalam proses pendaftaran calon peserta. Sedangkan usia komisioner yang sekarang (2005-2010) tinggal menghitung hari. Hampir bisa dipastikan lembaga ini akan mengalami kekosongan kepemimpinan karena komisioner yang sekarang akan demisioner pada Agustus 2010 sedangkan proses seleksi bisa memakan waktu paling tidak enam bulan. Dalam hal ini bisa kita lihat Presiden telah lalai menjalankan kewajiban konstitusionalnya. Hampir tidak ada perhatian kepada Komisi Yudisial ini. Karena itu penulis dan kita semua tentu berharap pemerintah dapat lebih tegas dalam bersikap, karena tentunya kita tidak ingin melihat negara ini tertinggal dengan negara-negara berkembang lainnya.

Lemahnya diplomasi RI

BEBERAPA minggu belakangan ini masyarakat kita ramai membicarakan hubungan RI dengan Malaysia. Hal ini dipicu oleh kelambanan dan ketidaktegasan pemerintah dalam bersikap.

Bisa kita lihat contoh kelambanan ini ketika pemerintah baru mengirim nota keberatan kepada pemerintah Malaysia beberapa hari setelah tiga pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan dikembalikan oleh Malaysia.

Bahkan Presiden SBY baru-baru ini saja mengirim surat kepada Perdana Menteri Malaysia yang hingga kini malah belum dibalas. Dalam pidato pernyataan sikapnya pun lagi-lagi Presiden membuat kecewa banyak pihak karena masih bersikap tidak tegas dalam sebuah retorika belaka.

Ketidaktegasan Pemerintah ini membuat banyak rakyat berang. Ratusan demonstran berdemonstrasi di depan kedutaan Malaysia, bahkan sampai melempar (maaf) kotoran manusia. Suatu hal yang sebetulnya malah melemahkan posisi kita. Tetapi apa boleh dikata, rakyat sudah terlanjur marah.

Sebagian rakyat malah mengobarkan semangat perang melawan Malaysia. Mereka berharap pemerintah memiliki ketegasan seperti Bung Karno yang dulu pernah lantang berteriak “Ganyang Malaysia”.
Bahkan sebuah televisi swasta pernah menayangkan smilasi perang Indonesia melawan Malaysia. Suatu semangat yang mengobarkan rasa nasionalisme kita. Namun ada yang mereka lupakan. Zaman sudah berubah, tidak semua masalah bisa dan harus diselesaikan dengan perang.

Pernah dihitung jika perang dengan Malaysia biayanya satu bulan bisa mencapai Rp 30 triliun. Kalau selesai dalam tiga bulan maka akan menelan biaya Rp 90 triliun. Apalagi kalau perang tersebut memakan waktu bertahun-tahun.

Belum lagi kalau sampai Presiden menyatakan Perang dengan Malaysia maka kita harus juga berhadapan dengan aliansi lima negara yang mendukung negeri Jiran tersebut.

Malaysia memiliki sistem aliansi pertahanan dengan Inggris, Australia, Singapura, serta Selandia Baru yang disebut sebagai Five Power Defense Agreement (FPDA).

Salah satu kesepakatan FPDA adalah klausul bahwa serangan terhadap salah satu negara anggota merupakan serangan pula terhadap negara anggota lainnya. Jadi jika indonesia menyatakan perang terhadap Malaysia, sudah dapat dipastikan kita juga akan berhadapan dengan kelima negara tersebut.

Padahal kalau kita tarik ke belakang ketika Soekarno menyatakan perang terhadap Malaysia tidak semua rakyat mendukung kebijakan itu. Ekonomi masyarakat yang pada saat itu sangat lemah mengakibatkan rendahnya dukungan terhadap Soekarno.

Mereka beranggapan bahwa sikap Soekarno itu akan memperparah keadaan ekonomi masyarakat. Padahal mereka sudah dipusingkan dengan inflasi yang mencapai 650% yang akhirnya membuat harga makanan melambung tinggi, rakyat kelaparan dan terpaksa harus antre beras, minyak, gula, dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya.

Mengenai perang itu sendiri pada 1 Juli 1965, militer Indonesia yang berkekuatan kurang lebih 5.000 orang melabrak pangkalan Angkatan Laut Malaysia di Semporna. Serangan dan pengepungan terus dilakukan hingga 8 September namun gagal. Pasukan Indonesia mundur dan tidak penah menginjakkan kaki lagi di bumi Malaysia.

Seperti itu gambaran yang akan terjadi apabila kita mengobarkan perang terhadap Malaysia. Itu belum termasuk dampak ekonomi, politik, kemanusiaan dan banyak aspek lainnya yang perlu diperhitungkan matang-matang.

Oleh karena itu penulis berharap pemerintah bisa mencari jalan keluar yang paling bijak dalam menyelesaikan masalah ini. Caranya bisa melalui diplomasi yang lebih tegas terhadap pemerintah Malaysia. Pemerintah diharapkan bisa lebih tanggap dan cepat apabila ada issue-issue yang mengganggu stabilitas kedua negara.

oleh Randhika Virgayana, Peneliti Golden Institute
Sumber:www.tribunnews.com

Book Review: Perpustakaan ajaib Bibbi Bokken

Perpustakaan ajaib Bibbi Bokken


“Apa kamu ingat perempuan tua aneh itu? Yang melongok dari balik pundak kita untuk membaca buku tamu di Pondok Flatbie di atas sana, saat kita menuliskan puisi kita dalam buku itu?”
Dua orang sepupu, Berit dan Nils berhubungan melalu buku surat rahasia yang mereka pikir hanya mereka yang tahu. Ternyata ada seorang wanita bernama Bibbi Bokken dan seorang yang dijuluki Smiley yang mengincar buku surat tersebut.
Perpustakaan ajaib Bibbi Bokken adalah buku yang unik, hanya terdiri dari dua bagian. Yang pertama yaitu “buku surat” dan yang kedua “Perpustakaan”.
Pada bagian pertama, Berit dan Nils yang berada di dua kota yang berbeda melakukan komunikasi dalam sebuah buku surat, yaitu surat-menyurat yang mereka lakukan dalam buku yang sama. Dalam buku surat tersebut Berit dan Nils saling bercerita mengenai seorang wanita mencurigakan bernama Bibbi Bokken yang mereka ketahui karena sepucuk surat yang terjatuh dari tas Bibbi Bokken.
Dari surat tersebut mereka tertarik untuk mencari tahu siapa sebenarnya Bibbi Bokken, wanita yang sangat misterius tersebut. Wanita itu sering menerima paket buku, tetapi tidak ditemukan satu bukupun di rumahnya.
Penyelidikan yang mereka lakukan memberi informasi bahwa Bibbi Bokken adalah seorang bibliografer, orang yang melakukan kegiatan bibliografi, hal-hal yang berkaitan dengan buku. Dan juga seorang kolektor incunabula, buku yang dicetak pertama setelah ditemukan seni percetakan buku.
Ketika akhirnya berhasil menemukan koleksi buku-buku Bibbi Bokken dalam perpustakaan pribadi Bibbi Bokken, Berit dan Nils tercengang karena ada ribuan buku yang tersusun rapi, dan dalam keadaan bersih. Buku-buku ini terdiri dari semua jenis buku, termasuk puisi, prosa, dongeng, bahkan buku buku yang belum diterbitkan, yang dikategorikan dengan pintar sesuai klasifikasi desimal Dewey.
Dalam pertemuan dengan Bibbi Bokken akhirnya terungkap siapa wanita misterius itu, dan kenapa buku surat Berit dan Nils sangat menarik perhatiannnya. Selain itu juga terungkap apa motif Smiley, sang karakter antagonis.
Perpustakaan ajaib Bibbi Bokken adalah salah satu karya Penulis Norwegia Jostein Gaarder, penulis yang karyanya selalu menyelipkan nilai-nilai kehidupan, dan ilmu filsafat yang dikemas dengan bahasa yang ringan dan mudah dimengerti.
Dalam karyanya kali ini Gaarder berduet dengan Klaus Hagerup yang juga penulis novel remaja. Perpustakaan ajaib Bibbi Bokken ditulis dengan cara yang unik melalui buku surat antara Berit dan Nils yang membawa kita berfantasi dalam cerita petualangan ala lima sekawan dan mengenalkan kita dengan pengetahuan seperti klasifikasi desimal Dewey, dan penulis-penulis terkenal seperti Astrid Lindgren, AA Miles, dll.